Seabad Pramoedya Ananta Toer: Merayakan Warisan Perlawanan dan Kemerdekaan Pikiran



BLORA – 2025 menjadi tahun istimewa bagi dunia sastra Indonesia. Tepat 6 Februari 2025, bangsa ini memperingati 100 tahun kelahiran sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer. Sebuah perayaan akbar bertajuk #SeAbadPram digelar sebagai penghormatan terhadap warisan pemikiran, perjuangan, dan karya-karya monumental Pram.

Perayaan ini digagas oleh Pramoedya Ananta Toer Foundation bekerja sama dengan Komunitas Beranda Rakyat Garuda, dengan puncak acara diselenggarakan di tanah kelahiran Pram, Blora, Jawa Tengah, pada 6–8 Februari 2025.

Festival ini bukan sekadar seremonial. Rangkaian acaranya meliputi pemancangan nama jalan Pramoedya Ananta Toer, kuliah umum memorial (memorial lecture), diskusi sastra dan sejarah, pameran cetak ulang buku, pemutaran film, pementasan teater, dan konser musik bertajuk Anak Semua Bangsa yang menghadirkan musisi nasional.

“Pramoedya adalah sosok penting yang patut dikenang. Karya dan kiprahnya memberikan insight relevan untuk hari ini dan masa depan Indonesia,” ujar Budayawan IKJ, Hilmar Farid, dalam wawancara yang dikutip dari Antara, 21 Januari 2025.

Sastrawan dan Pejuang yang Tak Pernah Bungkam

Lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Pramoedya adalah anak sulung dari pasangan M. Toer dan Siti Saidah. Sejak muda, Pram sudah mengenal dunia kata dan pemikiran yang menggugat. Kariernya dimulai dari Kantor Berita Domei hingga kiprahnya sebagai anggota dan redaktur Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) yang berafiliasi dengan PKI, sebuah keputusan yang membuatnya kemudian menjadi tahanan politik pasca peristiwa G30S/PKI.

Dari penjara dan pengasingan—termasuk 10 tahun di Pulau Buru—lahirlah karya-karya besar yang mengguncang dunia sastra Indonesia dan internasional. Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca adalah bagian dari Tetralogi Buru yang menjadi puncak pencapaian sastra Indonesia modern. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke 42 bahasa dan menjadi simbol kebebasan berpikir serta perlawanan terhadap ketidakadilan.

Kini, 100 tahun setelah kelahirannya, Indonesia merayakan bukan hanya sosok sastrawan, tetapi juga keberanian intelektual dan kesetiaan terhadap suara nurani.

Merayakan Pram, Merayakan Kemerdekaan Berpikir

Gerakan #SeAbadPram menjadi penanda bahwa karya Pramoedya tidak mati bersama zaman. Di tengah turbulensi sosial dan politik, suara Pram tetap relevan. Ia tidak sekadar menulis sejarah, tetapi menciptakan kesadaran baru tentang kemerdekaan, perempuan, kolonialisme, dan identitas bangsa.

Merayakan Pramoedya Ananta Toer bukan hanya tugas para akademisi atau pecinta sastra, tetapi juga generasi muda yang sedang mencari pijakan pemikiran dalam dunia yang makin kompleks. Seabad Pram adalah momentum untuk membaca ulang sejarah, memaknai kembali keberanian, dan menyalakan obor kebebasan intelektual di tanah air.


Jika Anda juga membutuhkan caption IG 100 kata dan visual pendukung untuk mempromosikan artikel ini di media sosial, saya siap bantu juga!

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Seabad Pramoedya Ananta Toer: Merayakan Warisan Perlawanan dan Kemerdekaan Pikiran"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.