TikTok bukan lagi sekadar ruang untuk hiburan cepat dan tarian viral. Kini, platform media sosial ini mulai dipenuhi cuplikan puisi, kutipan novel, hingga video interpretasi sastra yang digandrungi jutaan pengguna, terutama Gen Z. Fenomena ini memunculkan dua pandangan: apakah ini tren positif untuk literasi, atau justru ancaman terhadap esensi sastra?
Dengan tagar seperti #BookTok, #SastraTikTok, dan #PuisiVisual, para kreator muda menyajikan karya sastra dalam format video berdurasi singkat—disisipi musik, narasi emosional, hingga visual sinematik. Tak sedikit juga penulis indie yang memanfaatkan platform ini untuk memperkenalkan karya mereka dan menjangkau pembaca baru.
“Saya merasa lebih dekat dengan puisi lewat TikTok. Banyak puisi kontemporer yang relatable dan menyentuh,” ujar Tiara, mahasiswa sastra di Yogyakarta.
Namun, di sisi lain, para akademisi dan pengamat sastra menyuarakan kekhawatiran. Menurut mereka, ledakan sastra di TikTok berisiko mereduksi karya sastra menjadi potongan-potongan instan yang kehilangan kedalaman konteks dan interpretasi.
“Estetika dan kedalaman makna sastra tidak bisa disarikan dalam 30 detik video. Ini bisa menyesatkan pemahaman pembaca baru terhadap apa itu sastra sebenarnya,” tegas Dr. Widya Kurnia, dosen sastra dari Universitas Indonesia.
Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa TikTok telah membuka ruang sastra menjadi lebih populer dan inklusif. Buku-buku lawas dan kontemporer kembali naik cetak berkat popularitas di platform ini. Bahkan, sejumlah puisi lokal mendadak viral dan dibaca ulang oleh ribuan orang.
Fenomena ini menjadi cermin baru bagaimana sastra beradaptasi dalam era digital. Apakah ini hanya tren sesaat atau awal dari kebangkitan baru literasi digital—semuanya bergantung pada bagaimana para kreator, pembaca, dan institusi literasi meresponsnya.
0 Response to "Fenomena Sastra di TikTok: Tren Baru atau Ancaman bagi Kualitas?"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.