Review Book Mata Suami Mata Istri - Ana Anggraini - Sastra Indonesia



Review oleh Ana Anggraini



[REVIEW BOOK] MATA SUAMI MATA ISTRI
IDENTITAS BUKU:
Penulis : Aveus Har Feat. The Labitans
Penyunting : Feresha Ray
Desain Sampul : Mei Lee
Tata Letak : Tim AE
ISBN : 978-602-5912-21-5
171 Halaman. Cetakan pertama, Oktober 2018.
Rate : 3,5 of 5 stars

Cerita-cerita yang harus kau baca sebelum dan/atau sesudah menikah.
“Hanya karena dongeng Cinderella diakhiri terlalu dini, dengan mudah kita menyimpulkan bahwa pernikahan Cinderella adalah pernikahan yang sempurna. Pada kenyataannya, kita tahu, pernikahan hanyalah sebuah titik awal cerita baru yang kisahnya belum kita tahu.”
BLURB
Semua cerita dalam buku ini berkisah tentang hubungan dan problematika suami istri yang tidak berpretensi untuk memberi petuah, tidak pula hendak menghakimi; cerita-cerita ini hadir dan mengalir sebagaimana air yang bisa menjadi cermin, meski terkadang tak selalu bening. Pernikahan bukanlah akhir sebuah penantian panjang para jomloers, namun mungkin pula awal sebuah penderitaan berkepanjangan. Aha-ha!
--Khopipah, seorang ibu muda.
Buku ini berkisah tentang kehidupan rumah tangga yang sarat makna. Berisi 16 judul yang akan membuatmu membuka mata lebar-lebar dan memberikan pemahaman yang berbeda soal pernikahan. Adapun cerita-cerita tersebut adalah:
1. Suami; Suatu Ketika
Semua Suami Bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Suami Tak Bahagia, tak bahagia dengan cara masing-masing.
Disambut dengan cerita seorang suami yang tidak merasakan kehidupan di pernikahannya, cukup membuatku membacanya dengan perasaan sedikit sebal. Menyimak bagaimana si tokoh menilai istrinya dengan begitu dangkal. Namun, ketika membaca kelanjutannya membuat perasaan kesal tadi menjadi terbayarkan.
Pesan moral yang luar biasa. Para suami yang merasakan kekeringan di dalam rumah tangganya wajib menyelami kisah ini.
Meskipun begitu, di suatu paragraf saya menemukan kalimat yang menurutku kurang pas, yaitu: 
Ubun-ubunnya dibakar geram; kenapa tak pernah berani dia sudahi pernikahan hambar ini? Betapa dungunya aku! Dia memaki sendiri.

Menurut saya kalau ditulis seperti ini akan lebih pas:
Ubun-ubunnya dibakar geram; kenapa dia tak pernah berani menyudahi pernikahan hambar ini? Betapa dungunya aku! Dia memaki diri sendiri.

Di kalimat berikutnya saya menemukan pengulangan kata yang berada berdekatan:
Berpikir malam ini mereka bisa bertengkar, dan kemudian bercerai, dan kemudian menikah lagi dengan perempuan lain yang bisa membuatnya bahagia.

Kalau ditulis seperti ini menurutku lebih tepat:
Berpikir malam ini mereka bisa bertengkar, kemudian bercerai, lalu menikah lagi dengan perempuan lain yang bisa membuatnya bahagia.

2. Jodoh Karyamin Bahagia
Menceritakan Karyamin Bahagia yang sudah sepuluh tahun menikah, tapi tidak kunjung diberi titipan anak oleh Sang Pencipta. Awalnya hal itu tidak membuat Karyamin merasa tidak bahagia, tapi ucapan bosnya, Koh Liem, membuatnya menjadi risau.
Di sini Koh Liem menyinggung soal eksistensi diri, bagaimana kelak jika nama Karyamin tidak ada bin-nya. 
Bagiku pribadi, cukup mengejutkan, karena biasanya seorang Cina beragama nonmuslim, sepatutnya tidak mengenal persoalan ‘bin’. Namun, itu hanya pemikiran pribadi saya saja. Tentu saja, jika kalian membaca cerita ini pasti akan dibuat terkejut dan kesal, juga mendapatkan pelajaran berharga.

Di suatu paragraf aku menemukan pengulangan kata penghubung yang dirasa kurang pas:
Karyamin ingat, mereka pernah ke dokter kandungan ‘dan’ menghabiskan uang tabungan, ‘dan’ setelah beberapa kali disuruh datang balik, mereka hanya diberi keterangan tidak ada masalah dalam kesuburan keduanya.

Saya rasa kalau satu kata penghubungnya dihilangkan akan lebih enak dibaca:
Karyamin ingat, mereka pernah ke dokter kandungan ‘dan’ menghabiskan uang tabungan. Setelah beberapa kali disuruh datang balik, mereka hanya diberi keterangan tidak ada masalah dalam kesuburan keduanya.

3. Tiga Nasihat Laki-Laki Lansia untuk Pernikahan Bahagia
Menceritakan tentang tiga nasihat tentang pernikahan dari seorang pria tua kepada seorang pemuda yang ingin menikah juga … keras kepala.
Cerita ini mantul buat pasangan yang ingin menikah, wajib dibaca jika ingin pernikahannya bahagia.
Pada suatu paragraf yang lumayan panjang, saya menemukan beberapa kata yang diulang, letaknya juga berdekatan. Ada tujuh kata ‘yang’, enam kata ‘itu’, dan tiga kata ‘dan’ yang sangat berdekatan.
Di paragraf lain, saya juga menemukan kata yang diulang dalam jarak yang dekat. Seperti ini:
Dan, barangkali karena sang istri sebelumnya tidak pernah bekerja, tidak pernah mendapatkan penghasilan sendiri, maka dst.

Menurut saya, kalau kata “tidak pernah” kedua dihilangkan akan lebih enak dibaca.
4. Karyamin Jatuh Cinta Pada Maneken
Jatuh cinta pada maneken? Karyamin memang lelaki yang selalu ingin kesempurnaan. Dia yang bercita-cita menjadi pemimpin, tetapi lupa pada keadaan dan kenyataan.
Pada cerita ini masih ada beberapa pengulangan kata, yang saya rasa bisa dihilangkan saja. Tidak akan merusak isi cerita dan feel saat membacanya.
5. Memahami Perempuan
Terkadang perempuan meminta yang aneh-aneh. Namun, sebenarnya saat dia mengatakan itu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Pada waktu itulah laki-laki diuji apakah dia benar-benar memahami perempuan.
Full dialog, tidak ada narasi. Namun, good. Membacanya mengalir dan tidak membuat bingung.
6. Menjadi Kucing
Saat membaca cerita ini saya tertawa campur dongkol juga, dengan tuduhan-tuduhan istrinya Karyamin. Namun, tentu saja ada pelajaran yang terselip di sini. Tentang kepercayaan kepada pasangan yang sangat penting dalam kehidupan berumah tangga.
7. Laki-Laki Pelupa di Hari Ulang Tahun Pernikahan
Lupa dengan hal-hal kecil tidaklah terlalu buruk, tapi jika tidak mampu melupakan sesuatu yang besar adalah masalah. Seperti kisah Marjan dan Maria, si pelupa dan si tidak pernah lupa. Hiks, ikut sedih.
8. Lalu Luka
Menceritakan tentang seorang perempuan yang mengalami banyak sekali kegagalan dalam berpasangan.
9. Centini Ingin Terbang Tinggi (Kolaborasi dengan Al-al Malagoar)
Kisah seorang istri yang menginginkan kebahagiaan di pihaknya. Bagi saya agak sulit memahami ending-nya dan tidak menemukan hal yang spesial di sini.
10. Rahasia Bantal (Kolaborasi dengan Zahratul Wahdati)
“Bantal itu bisa bicara, Marala! Ia bisa membocorkan rahasia!”
Menceritakan tentang rahasia yang dibocorkan oleh bantal. Pada cerita ini saya pun kurang mengerti maksud dari isi cerita, yang saya mengerti, bantal di sini adalah perumpamaan, tapi saya belum mengerti betul artinya. Bisa jadi bantal itu adalah Marala sendiri.
11. Lipstik Artis dan Gincu Sukemi (Kolaborasi dengan Al-al Malagoar)
Menceritakan kehidupan sepasang suami dalam kesengsaraan hidup, beban ekonomi yang menghimpit.
Pada judul di buku kata penghubung “dan” awalannya ditulis kapital, padahal harusnya huruf kecil.
12. Perempuan Rumah Merah (Kolaborasi dengan Agus Salim)
Dalam mimpiku, aku menjadi perempuan di rumah itu.
Berkisah tentang seorang perempuan yang mendamba menjadi bagian di rumah merah yang berada di hadapan peraduannya. Namun, siapa sangka mimpi-mimpi itu mengusik si perempuan.
Ada kalimat yang tidak dimengerti: Ia menuangkan air panas ke poci, meletakkan poci itu di nampan bersama dua cangkir sesetoples gula jagung rendah kalori, dst.
Kata ‘Sang Perempuan’ dan ‘Sang Laki-laki’, harusnya tidak dengan awalan huruf kapital, karena penggunaan ‘sang’ yang memakai huruf kapital hanya untuk Tuhan saja.
Ada pengulangan kata pada kalimat: Aku tidak kehujanan, tidak kepanasan, tidak kedinginan jadi sudah selayaknya dst.
Kalau penulisannya begini akan lebih baik: Aku tidak kehujanan, kepanasan, atau kedinginan. Jadi, sudah selayaknya dst.
13. Perempuan Bersuamikan Setan (Kolaborasi dengan Al-al Malagoar)
Menceritakan bagaimana sakitnya penderitaan seorang istri karena laku suaminya sendiri.
Ada salah pengetikan pada kata:
• dari pada = daripada
• Diakal = di akal

14. Ia sedang memainkan biola (Kolaborasi dengan Agus Salim)
“Akan ada lilin dan doa-doa kesedihan. Aku tahu, jangan ada air mata bercucuran.
Biar mereka tahu aku bahagia untuk pergi.”

*
“Kematian bukanlah mimpi. Karena dalam kematian aku membelaimu dengan napas terakhir dari jiwaku yang akan memberkatimu.”
Syahdu. Itulah yang saya dapat dari membaca cerita ini. Bagaimana hidup yang tak berpihak kepada sang tokoh. Kelam dan suram.
15. Perempuan Tua dan Suratnya (Kolaborasi dengan Agung Yuli TH)
Berkisah soal seorang perempuan tua yang tak hentinya mengirim surat pada sang suami yang telah lama pergi. Kesetiaan yang membuat siapa saja pasti terharu, kasihan, dan pilu.
Setia itu ada di dunia yang penuh pengkhianatan ini.
Ada pengulangan kata 'dan' yang berdekatan di suatu paragraf. Sebaiknya dihilangkan saja.
Pada kalimat: Rumah itu berpagar batu, tua dan kusam.
Sebaiknya: Rumah itu berpagar batu, tua, dan kusam. 
Karena tua dan kusam itu bukan kesetaraan.

Begitu pun di kalimat dialog: “Ia lelaki yang baik, sangat tampan dan gagah.”
Sebaiknya: Seharusnya begini: “Ia lelaki yang baik, sangat tampan, dan gagah.” 
Karena gagah dan tampan itu tidak setara.

Ada pula pengulangan kata di paragraf lain yang sebaiknya dibuang saja. Seperti:
“... menunggu kabar dari burung-burung gereja sambil menjahit atau membaca atau bersenandung.”

Sebaiknya begini saja:
“... menunggu kabar dari burung-burung gereja sambil menjahit, membaca, atau bersenandung.”

Pada kalimat: Mungkin saja ia telah menikahi perempuan lain di dermaga di mana kapalnya singgah.
Sebaiknya seperti ini: Mungkin saja ia telah menikahi perempuan lain di dermaga tempat kapalnya singgah.
16. Batang dan Daun; Kenangan dan Kerinduan (Kolaborasi dengan Justang Zealotous)
Dari semua kisah yang tertulis di sini, cerita inilah yang menjadi favorit bagi saya. Cinta dan kesetiaan yang nyata dan sederhana, seakan-akan kisah tersebut terpampang jelas di depan mata. Haru, tidak banyak hubungan yang terjalin seerat ini.
Batang dan daun, apalah artinya daun tanpa batang. Seperti layaknya seorang istri yang tak berarti tanpa suaminya.
Ada salah penulisan pada kata keIslaman seharusnya keislaman.
Pada kalimat: ... hubungan abadi ialah hubungan kasih di surga, bersama pohon palem, pohon akasia, buah apel, buah anggur, dan sungai kecil yang mengalir di antaranya.
Sebaiknya ditulis seperti ini: ... hubungan abadi ialah hubungan kasih di surga, bersama pohon palem dan akasia, buah apel dan anggur, dan sungai kecil yang mengalir di antaranya.
Pada kalimat: Aku ingat, saat itu malam hari, tiada bintang, tiada purnama, tiada awan menggulung, tiada pula cericit burung atau lolongan anjing, melainkan hanya batukmu yang mengisi sepanjang malam itu.
Sebaiknya pengulangan kata tiada dibuat lebih praktis, seperti: Aku ingat saat itu malam hari, tiada bintang, purnama, awan menggulung, pun cericit burung atau lolongan anjing, melainkan hanya batukmu yang mengisi malam itu.
Mata Suami Mata Istri adalah sajian untuk kalian yang belum, akan, atau sudah menikah. Ada banyak makna dan pelajaran yang terkandung di dalamnya, tanpa terkesan menggurui. Di sini kalian akan menemukan sendiri pesan yang disampaikan. 
Namun, hanya saja banyak pengulangan kata yang menurut saya masih bisa dibuat sehemat mungkin.

Sesuai label yang tertulis di sampul buku, buku ini ditujukan untuk usia 18 ke atas. jadi, untuk yang masih di bawah umur harap bijak dalam memilah bacaan yang sesuai usia. Jangan melanggar label yang sudah ditulis.
Pernikahan bukanlah akhir dari perjalanan panjang memangkas kesendirian, melainkan awal untuk membangun tangga yang menjuntai ke surga. Hargai dan pahamilah pasangan masing-masing.
Happy reading, have a nice dream!
Salam hangat :-).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Review Book Mata Suami Mata Istri - Ana Anggraini - Sastra Indonesia"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.