Cerpen - Terikat Sendiri - Karya SiMo - Sastra Indonesia Org




Picture by Hipwee




Terikat Sendiri
Karya: SiMo


Sejak kita berakhir, kini aku belajar untuk mampu menatap seseorang dengan penuh lagi. Kata teman-temanku, aku ini terlalu berlebihan. Ah, mengingat itu aku jadi marah pada diri sendiri.
Setiap hari cahaya mentari yang menyorot terasa hangat. Setiap waktu yang kuingat hanya kebersamaan kita. Kami sudah teramat lekat, tak ada waktu yang kami lalui terpisah. Aku merasa kita ditakdirkan semesta untuk bersama, dengan dukungan seluruh nirwana tentunya. Mengapa demikian? Entahlah, aku hanya merasa ini sangat indah. Hari-hari dijalani dengan warna-warni yang tak bisa dijelaskan dengan kata. Semuanya tampak indah, sangat indah.
Katamu kita sebuah keajaiban yang semesta gariskan. Katamu pula kita tak akan bisa terpisahkan. Klise memang, biasalah hanya bualan remaja yang sedang dimabuk cinta.
Semua keindahan di dunia ini, bak tak ada bandingnya dengan hari-hari yang kami lalui. Semuanya dirasa tak mengalami apapun yang kami jalani. Banyak hal terjadi dalam waktu singkat. Banyak hal tak bisa dijelaskan dalam sekali waktu. Saat itu yang dilihat hanya semua hal yang ingin dilihat saja, sisanya sengaja diacuhkan.
Beberapa hal memang tak bisa keluar dari kungkungan, seperti rahasia hubungan. Kata mereka kami terlihat sempurna, saling melengkapi satu sama lain. Buktinya kami tak pernah terlihat ada dalam pertengkaran. Kenyataannya semua pandangan mereka salah.


Mereka melihat kecocokkan yang sangat kuat pada hubungan kami, yang aku rasakan hanya kesalahan. Mereka melihat romantisme dalam hubunganku, dari yang kurasakan hanya mati-matian memperjuangkan hubungan, sendiri! Aku sudah sangat lama merasa hanya berjuang dipihakku saja, sudah lama ingin kulepas saja. Sudah sangat lama ingin kusudahi saja. Namun, aku terlalu memperhatikan pandangan mata-mata di luar sana. Betapa beratnya berjuang, apalagi jika dilakukan sebelah pihak. Aku sering menekankan pada diriku sendiri untuk tidak lagi begini. Buat apa, sih? Tidak ada gunanya memperjuangkan sesuatu yang bahkan tak diperjuangkan lawanmu. Cinta itu berdua, semua dilakukan dengan orang yang membangun cinta itu, kalau sendiri, bukan cinta namanya. Aku tahu!
Ketika banyak orang yang mengatakan hal yang sama, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tak bisa melepas begitu saja cintaku. Jujur saja, aku masih sangat cinta. Tak bisa bohong perihal itu. Semua hal yang kulakukan seperti tak berarti untuknya. Padahal ini demi hubungan kami. Aku masih terus saja meyakinkan diriku, kalau diriku bisa membuatnya melihatku. Aku terus melakukan banyak hal untuk menarik perhatiannya. Namun, semuanya sia-sia.
Akhirnya aku pasrah saja, aku juga belajar untuk tidak peduli padanya, pada hubungan kami, dan pada apapun. Kupikir dengan cara itu dia mau berbalik. Khayalanku saja. Aku mulai muak, mulai merasa tak mampu lagi menjalaninya dan akhirnya kalah.
Setelah melepas semuanya, di wajahmu tidak terlihat ada raut penyesalan, bahkan sedikitpun. Aku merasa beruntung pada akhirnya tidak benar-benar ditakdirkan dengan orang yang tidak pernah menghargai usaha orang lain. Merasa perlu memberikan penghargaan bagi mereka yang telah berjuang keras dalam mempertahankan hubungan mereka. Ayahku pernah berkata, orang-orang yang tidak pernah mau menghargai perjuangan orang lain, jangan harap akan dihargai orang lain.
Setelah mengakhiri apapun, jangan merasa sendiri, jangan merasa tak ada yang mencintaimu. Perlu kamu tahu bahwa di dalam hidup, tidak ada yang benar-benar pergi meninggalkanmu. Jika memang ada, mungkin mereka yang pergi akan berganti dengan orang yang lebih baik.

Cikakak, 01 November 2019






Biodata:

SiMo seorang remaja yang sangat menyukai sastra dan memiliki banyak impian yang sangat besar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen - Terikat Sendiri - Karya SiMo - Sastra Indonesia Org"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.