Cerpen - Meraih Mimpi - Widia Fitriana - Sastra Indonesia Org




Meraih Mimpi
Karya: Widia Fitriana

Semilir angin menerpa khimar seorang wanita yang duduk termenung di bawah pohon rindang, hingga ia tidak menyadari akan awan yang menguning perlahan gelap. Kayla, nama wanita itu. Seorang wanita yang mulai lelah akan kisah hidupnya, tetapi ia harus bertahan dan berjuang dalam jahatnya dunia. Kini ia baru menginjakkan kaki ke dunia baru setelah menikmati masa sekolah. Sekarang ia sedang berjuang untuk memiliki pekerjaan, tidak sama seperti yang lain yang berjuang masuk PTN. Dulu ia memang ingin kuliah di perguruan tinggi negeri. Sayang, tidak ada yang mendukung. Memang ia lahir di keluarga yang ekonominya minim, sehingga ia harus menyimpan mimpi itu.
“Kay?” Suara paruh baya itu mengagetkannya. Membuat ia segera mengusap air matanya. Ia tidak mau ibunya tau bahwa ia menangis.
Kayla tersenyum. “Ibu mau ngapain ke sini?” tanya Kayla heran.
Ibu ikut duduk di sebelah putrinya itu. “Ibu cari kamu lah,” balas ibunya.
Kayla mengedarkan pandangannya, ia baru menyadari bahwa sekarang sudah larut malam. Matanya berhenti melihat ibunya, wajah ibunya pun sulit untuk ia baca. Karena ia tau kesalahannya, segera ia bangkit dari duduk. Lalu berlalu pergi meninggalkan sang ibu dengan raut wajah marah.

۞۞۞

“Baru pulang ya jam segini? Kaya yang kerja aja,” ujar kakaknya sambil melirik sekilas Kayla yang masih di ambang pintu.
Kayla sama sekali tidak berniat membalas kakaknya itu. Ia berlalu memasuki kamar. Air matanya kembali hadir, tetapi ia hapus dengan kasar. Kini ia menunaikan sholat Magrib. Setelah itu ia mengurung diri di kamar.
“Kay, makan dulu!” Panggil sambil ibu sambil mengetuk pintu.
“Kay, nggak laper, Bu. Entar aja,” balasnya. Padahal perutnya berbunyi tanda bahwa ingin diisi.
Setelah merasa ibunya sudah tidak di depan kamarnya ia mengambil buku diary. Karena baginya menceritakan hidupnya dengan menulis membuat hatinya tenang.

۞۞۞

Kamis, 20 Juni 2019

Hari ini aku melamar pekerjaan dan langsung training. Namun, aku keluar lagi. Aku merasa tak nyaman di sana. Mungkin semua orang kecewa padaku karena keluar kerja lagi padahal baru satu hari. Dulu pun aku juga pernah keluar, sehingga kini mereka marah besar. Hanya ibu yang tidak memaksaku, ia membebaskanku. Kata ibu, “belum waktunya, kalau udah waktunya nanti juga kamu kerja.” Aku suka sifat ibuku, tapi tetap saja aku stres memikirkan pekerjaan.


Kayla menutup kembali diary, lalu menatap wajahnya dalam kaca. Ia tersenyum, menatap dirinya yang berantakan. Terlihat lusuh, mungkin karena stres yang ia alami akhir-akhir ini.

۞۞۞

Pagi buta begini Kayla sudah bangun, udara dingin yang menusuk tubuhnya tidak membuat ia betah berlama-lama dalam selimut, malah ia ingin segera beraktivitas. Pagi ini setelah menunaikan sholat Subuh, ia berencana untuk pergi ke suatu tempat guna melepaskan penatnya.
“Mau ke mana?” tanya kakaknya. Padahal Kayla baru menutup pintu kamarnya, ia sudah disembur pertanyaan sinis kakaknya.
“Bukan urusan Kakak,” balasnya tanpa melirik.
Kakaknya hanya menggelengkan kepalanya. Sebenarnya kakaknya tau bahwa perkataan yang dilontarkannya menyakiti hati Kayla, tapi bila tidak dilatih keras, Kayla pasti malas melamar kerja. Cara kakaknya memang salah, tapi kakaknya hanya ingin memotivasi sang adik dengan ocehannya.

۞۞۞

Kini Kayla dan teman-temanya berada di sebuah padang rumput, tidak ada banyak orang di sini. Mungkin karena bukan weekend. Padang rumput ini milik pemerintah yang sengaja di buka untuk umum. Tempat ini biasanya digunakan untuk piknik atau yang lainnya.
Teman-temannya berbincang dengan asyik, tetapi lain halnya denga Kayla. Ia hanya tersenyum nanar menanggapi ocehan temannya yang bahagia akan kisah hidupnya. Memang ada rasa iri dalam dirinya, tapi ia tampik agar rasa iri itu tidak menyelimuti dirinya.
Kayla merasa tidak tepat datang ke sini bersama teman-temannya. Bukannya melepas penat malah membuatnya semakin menjadi.
Ia putuskan untuk pulang lebih dulu dengan alasan ia pusing, sebab kalau tidak punya alasan jelas mana mungkin teman-temannya akan mengizinkannya. Bahkan temannya ada yang rela mengnatar ke rumah. Tentu saja Kayla tolak, karena ia hanya ingin sendiri.
Ia pulang berjalan kaki, sambil menikmati pemandangan sekeliling dengan takjub karena keindahan alam dan bangunan kuno. Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuat ia duduk di kursi jalan, lalu membuka pesannya.
“Hah, kerjaaa?!” Teriaknya. Bahkan ia tidak peduli akan sekelilingnya yang memerhatikan.
Kayla begitu senang akan kabar gembira yang baru ia dapatkan. Pasalnya ia sangat ingin menjadi karyawan di perusahaan itu. Bahkan ia tidak percaya diterima menjadi karyawan di sana. Karena saat ia melamar ke perusahaan itu, begitu banyak saingannya. Takdir Allah memanglah indah, mungkin ia tidak pernah nyaman di perusahaan lain karena ada perusahaan yang diinginkannya menginginkan Kayla. Maka dari itu tetaplah berusaha dan berikhtiar, Allah akan melihat proses kita dan dibalas dengan hal yang sangat indah.

Bandung, 21 Juni 2019

Biodata:

Widia Fitriana itulah nama saya, lahir di kota dengan sebutan Paris Van Java atau Bandung pada 4 Februari 2001. Kini saya sedang berjuang meraih mimpi-mimpi saya yang perlu untuk diwujudkan. Karena saya ingin melihat keluarga dan orang yang mengenali saya bangga.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen - Meraih Mimpi - Widia Fitriana - Sastra Indonesia Org"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.