Cerpen - Laut Bukan untuk Dirusak - Annisa Ismail - Sastra Indonesia Org




Laut Bukan Untuk Dirusak
Oleh: Annisa Ismail

Suara ombak yang menggulum, membentuk suatu suatu harmoni yang indah mengajakku berkeliling di pantai pada hari itu. Angin pantai yang berhembus membiarkan anak rambutku sedikit berantakan, kupandangi sekeliling terlihat pemandangan yang merusak suasana pantai yang indah.
       Sayup-sayup terdengar suara rintihan alam yang mengeluh atas kotornya sistem laut yang disebabkan oleh keserakahan manusia. Kukuatkan niat untuk membantu mereka dengan sekuat tenaga. Aku Nadira gadis remaja sedang menuju masa pendewasaan yang sangat menyukai pantai.
       Hah, orang-orang sekitar sini masih suka membuang sampah di bibir pantai, ucapku mengeluh sambil mengangkat sampah yang bertebaran di sana.
       Tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki yang sedang menuju kepadaku. Kulihat seorang laki-laki yang bertubuh tinggi tegap dengan santainya sedang membawa sampah untuk dibuang. Tanpa basa-basi kudekati laki-laki itu untuk memperingatkan agar tak membuang sampah di bibir pantai.
       Mohon maaf, di sini bukan tempat untuk membuang sampah. Jika ingin membuang sampah silakan buang di pembuangan sampah, bukan di bibir pantai, ucapku sopan.
       Halah, anak kecil tau apa kamu? Ini sudah jadi kebiasaanku untuk membuang sampah di sini, jawabnya.
       Dan ini bukan tempat nenek moyangmu dan seenak jidatmu melarang kami untuk membuang sampah di sini, lanjut laki-laki itu ngotot untuk tetap membuang sampah di bibir pantai.
       Tapi, Pak, dengan membuang sampah di bibir pantai dapat menyebabkan rusaknya sistem laut, jawabku memperingatkan, sayangnya tak digubris sama sekali oleh orang itu.
       Halah, sana minggir! Kau hanya membuang waktuku saja! ucap laki-laki itu dengan suara yang agak kesal.
       Kulihat dia tetap menuju bibir pantai untuk membuang sampah yang ia bawa dari rumahnya.
       Seberapa besar usahaku menghentikan, tapi semuanya sia-sia. Aku tak bisa mencegah mereka untuk berhenti membuang sampah dan merusak alam bawah laut yang sangat indah ini.
       Setelah aku mengalami kejadian kemarin bersama seorang bapak yang sangat tak menyukai usaha yang kulakukan, aku pun bertekad untuk melanjutkan kuliah dengan jurusan kelautan di salah satu kampus yang ada di daerahku.
       Setelah masa SMA yang kulalui, aku pun melanjutkan studiku dengan rencana yang sebelumnya kususun. Setelah SMPTN yang dilakukan oleh sekolahku, akhirnya aku lolos di salah satu universitas ternama yang ada di kota dan masuk jurusan yang telah kurencanakan.
       Setelah masa orientasi yang dilakukan, aku pun resmi menjadi salah satu mahasiswa di sana. Berbekal pengalaman karena aku tinggal di pesisir pantai, aku pun menambah pengetahuanku dengan mengikuti beberapa diskusi ringan yang diadakan oleh teman sekelasku selain itu, dan juga menambah wawasanku dengan membaca literasi dengan tema laut serta mengikuti organisasi penulis dengan harapan bisa menjadi seorang penulis terkenal yang menulis tentang ekosistm laut. Rasanya aku seperti seorang dosen yang menjelaskan tentang ekosistem laut kepada teman-teman yang mengikuti diskusi karena teman-temanku 50% adalah penduduk yang tinggal dibagian pegunungan dan 48% adalah penduduk perkotaan dan sisanya 2% adalah penduduk yang tinggal dibagian pesisir pantai.
       Tak terasa satu semester terlewati, libur panjang pun datang menanti.
       Setelah libur panjang yang sedang melanda kampusku, aku pun pulang ke rumahku. Seperti biasa aku mengunjungi tempat favotitku di mana lagi kalau bukan di pantai. Kulangkahkan kaki menuju tempat ternyaman. Setibanya di sana kulihat sekeliling dan tepat seperti dugaanku, pantainya lebih menjadi kotor karena terlalu banyak sampah yang dibuang di sana.
       Cepat sekali pantai ini menjadi kotor, padahal baru 6 bulan kutinggalkan, ucapku seraya menyapu dan menyeret sampah yang ada di sana.
       Pagi itu ketika tengah asik dengan kegiatanku, tiba-tiba ada segerombolan mahasiswa yang datang menghampiri. Kulilhat mereka menggunakan jas almamater yang sama dengan yang kupunya, dan ternyata mereka adalah kakak tingkat yang sedang melakukan Kerja Kuliah Nyata (KKN) di desaku.


       Selamat sore, Dik, sapa salah satu laki-laki kepadaku. Aku berasumsi bahwa dia adalah si Ketua Posko.
       Sore juga, Kak, jawabku sopan.
       Dik, rajin sekali bersih-bersih pantai. Biasanya anak perempuan zaman sekarang malah gemar ngurung diri dalam rumah dan enggan untuk bersih-bersih apalagi di tempat seperti ini.
       Hehehe ..., aku suka melakukan hal ini, Kak, ucapku.
       Soalnya aku suka sama pantai, lanjutku. 
       Oh gitu ya, tapi bagus sih kalau masih ada orang yang masih sayang dengan alam. Timbal seorang gadis yang ada di sebelahnya.
       Aku pun membalas itu dengan seutas senyum yang terukir di wajah.
       Lalu mereka pun bergegas membantuku untuk membersihkan sampah-sampah yang ada di pantai itu, setelah semuanya selesai kita pun akhirnya pergi meninggalkan tempat itu.
       Ketika sedang asyik berpikir tentang apa yang akan kulakukan demi menjaga kelestarian pantai, tiba-tiba Arkan si ketua posko itu menghampiri, lalu mensejajarkan langkah kakinya agar seirama denganku.
       Lagi mikirin apa, sih? Serius banget deh keliatannya, ucap Arkan yang membuyarkan lamunanku.
       Oh. Hehehe nggak, itu aku lagi mikirin gimana caranya untuk menghimbau warga desa agar tidak membuang sampah di pantai, jawabku.
       Hmmm, gitu ya. Nanti kita diskusikan ramai-ramai deh bersama bapak kepala desa yang baru, usulnya.
       Oke. Kalau begitu kapan kita adakan diskusi? tanyaku.
       Bagaimana kalau malam nanti pukul 8, gimana?
       Baiklah. Siap meluncur, balasku.
       Ketika rembulan menampakkan diri, kusiapkan diri menuju tempat yang direncanakan tadi bersama Arkan. Setibanya di sana, kulihat mereka tengah berdiskusi santai tentang dunia perkuliahan. Aku pun menerobos untuk mengikuti apa yang mereka perbincangkan.
       Akhirnya diskusi tentang rusaknya ekosistem laut tengah diperbincangkan dan ide demi ide yang tersimpan rapi di kepala satu per satu dikeluarkan. Sejenak kulihat Pak kepala desa tengah memikirkan sesuatu bersamaan ide-ide yang masih terus dikeluarkan. Setelah selesai, akhirnya bapak kepala desa pun mengambil keputusan yang menurutku sangat bagus.
       Setelah kejadian tadi malam aku pun semakin termotivasi untuk membersihkan pantai yang dibantu oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang melakukan KKN. Sore hari ketika tengah asyik dalam urusan bersih-bersih, kulihat ada seorang laki-laki yang dulu memarahiku datang lagi bersama tumpukan sampah yang ia bawa dari rumahnya.
       Ketika dia mendekat, kami pun mencoba mengingatkannya tentang keburukan yang ia lakukan terhadap pantai.
       Pak, Anda tidak bisa terus menerus membuang sampah di sini, karena ini sangat berbahaya bagi kehidupan biota laut, jelas Arkan mengingatkan orang itu.
       Halah, kalian bukan cucu dari nenek moyang yang punya tanah di sini. Jadi aku bebas melakukan apa saja, jawab laki-laki itu agar tersinggung.
       Tapi, Pak ....
       Halah, tak ada tapi-tapian, minggir kalian!
       Kalian hanya menghalangi jalanku saja, awas saja habis ini kalian akan merasakan akibatnya, jawab orang itu seperti mengintimidasi kami.
       Selang beberapa menit terlihat beberapa orang datang dengan sampah yang sangat banyak. Sembari membawa spanduk yang menolak pembersihan pantai. Mereka memporak-porakan pantai sebagai aksi protes mereka. Adu mulut dan cacimaki pun mereka lontarkan kepada kami. Tapi dengan cepat petugas keamanan desa datang untuk melerai percekcokan yang terjadi.
       Akhirnya kami pun kalah lagi dengan mereka. Seketika saat itu aku pun tertunduk lesu dan bersedih. Lalu Arkan mendekat sembari menyentuh bahu kananku seraya mengangguk tanda rencana B yang harus dilakukan. 
       Besok paginya kami pun membuat proposal tentang pembangunan wisata pantai yang bertempat di pantai tempat favoritku. Setelah semuanya selesai, bapak kepala desa melakukan pembersihan secara besar-besaran di pantai dan akan menghukum warga desa yang kedapatan membuang sampah di pantai.
       Awalnya proposal yang dibuat tidak diterima, tetapi dengan usaha yang kami lakukan akhirnya proposal diterima. Bersamaan dengan keterampilan salah satu anggota mahasiswa KKN, mereka melakukan pengelolaan sampah dengan menggunakan jalan alternatif.
       Dengan mengubah sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis membantu para ibu rumah tangga mendapatkan penghasilan tambahan. Dan pantai yang awalnya kotor karena sampah yang berserakan di mana-mana kini disulap menjadi tempat wisata yang sangat eksotis dan terkenal.


Biodata:

Annisa Ismail, seorang gadis berdarah Bugis-Makassar yang lahir di Manado pada tahun 1999. Selain hal-hal yang unik, saya sangat menyukai pantai.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen - Laut Bukan untuk Dirusak - Annisa Ismail - Sastra Indonesia Org"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.