Kenanga - M. Riano Hafid Hamzah

Kenanga

Oleh : M. Riano Hafid Hamzah
Wangi kenanga itu datang dan merebak di udara. Jauh malam gerimis turun sebentar saja. Rinainya terlihat indah saat menerpa sorotan lampu kota. Pintu dan jendela telah tertutup rapat. Setiap penghuni kota pun telah terlelap. Wangi kenanga itu semakin kuat menyengat indra penciuman. Angin menyapu dedaunan dan guguran bunga yang berserakan di jalanan.
Dari balik malam yang merangsang, merintih ranting pepohonan. Terdengar juga suara botol kosong yang terpantul-pantul membentur badan jalan. Seorang anak muda muncul dari balik tikungan dekat sebuah toko roti. Air masih menetes dari jaket parasitnya yang biru muda.
Anak muda itu berjalan tertunduk sambil menatap jalan yang sedikit basah. Kakinya menendangi botol kosong yang kebetulan melintang. Di depan toko roti tadi, langkahnya tertahan. Dan, hatinya meminta kepastian.
Seperti diperintah, anak muda itu mendongakkan wajah. Lalu, memandangi deretan pohon rindang di sepanjang jalan.
Aneh! Dari mana wangi kenanga ini berasal?
Dia bertanya di dalam hati.
Hanya ada mahoni dan angsana di sekitar sini. Apakah wangi kenanga ini datang dari jauh, dan terbawa angin sampai kesini?
Suara angin semakin kencang membentur pangkal telinganya. Seolah mengulangi pertanyaan yang sama berkali-kali.
Sial! Baterai ponselnya tinggal lima persen. Semoga masih bisa memutar sebuah lagu. Anak muda itu terkejut sekejap. Nada low-bat dari ponselnya menyentak di tengah lamunan. Setelah itu, dia kembali mengawasi sekelilingnya.
Toko roti itu terletak di pusat kota dan menghadap ke sebuah kampus ternama. Terdapat sebuah taman kecil di selatan bangunan kampus itu. Mahoni dan angsana berjejer rapi di sepanjang jalan. Setiap mahasiswa suka membeli roti di sana dan bersantai di taman itu sambil membaca buku. Tetapi, selama tujuh hari toko roti itu mogok beroperasi.
Malam itu, pria setengah baya duduk di kursi yang menghadap sebuah meja di tengah ruangan toko roti tersebut. Pandangannya terurai menembus jendela kaca yang terbungkus tirai putih. Pakaianya rapi dengan setelan kemeja putih bergaris-garis dan celana hitam panjang. Di tangannya tergenggam foto seorang gadis yang sedang berteduh di bawah pohon kenanga.
Paras gadis tersebut ayu dengan bentuk muka bulat dan mata yang sipit. Dagunya kecil, sangat serasi dengan bibirnya yang tipis. Dan, dua alisnya yang tebal seolah menyatu. Tampak sinar mentari mengintip kulitnya yang kuning langsat dari celah dahan kenanga.
Bulan dan bintang perlahan tertutup oleh awan. Kota tenggelam ke dalam malam yang semakin kelam. Jalan dan pepohonan terasing di dalam kesunyian. Tinggal desau angin yang tersesat dalam kegelapan. Lalu, meninggalkan wangi kenanga di dalam ingatan. Anak muda itu berdiri sendirian di depan toko roti. Dia menyadari adanya sosok pria setengah baya yang diam membeku di dalam ruangan.
Kenapa ada pria yang terlihat sangat sedih seakan telah mereguk kehilangan yang teramat pedih?
Harmoni antara piano, biola, dan terompet berpadu serasi. Diiringi melodi gitar yang menghentak-hentak di telinga. Dan, suara serak vocalis Metallica menghipnotisnya. Samar-samar masih terdengar olehnya lagu itu, yang semakin lama semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang. Seolah memantulkan isi hati pria setengah baya yang larut di dalam kenangan masa lalu.
How can I be lost
If I've got nowhere to go?
Search for seas of gold
How come it's got so cold?
How can I be lost
In remembrance i relieve
So how can I blame you
When it's me I can't forgive
Kini, mata pria setengah baya telah berpaling dari jendela. Kembali menatap foto dalam genggamanya. Di sisi kanannya duduk sebotol parfum di atas meja. Melindungi cairan yang kuning-kehijauhan dengan kaca tebal dan bening.
Sembilan belas tahun berlalu. Kenangan peristiwa itu masih membekas di dalam ingatannya. Kobaran api, penjarahan, dan jerit ketakutan masih jelas di kepala. Dia menyesalkan apa yang telah terjadi. Peristiwa itu telah merampas kebahagiaan dan ketenangan di dalam dirinya. Dia sulit untuk memaafkan dan melupakan semua itu.
Bahkan, harapan terakhirnya pun sirna. Seseorang yang dapat membuatnya kembali hidup, turut mengingkarinya. Seseorang itu adalah orang yang ditunggu-tunggu olehnya hingga sekarang. Kesedihan, kekecewaan, dan kepahitan yang menghantui hidupnya, membuatnya berakhir dalam kesendirian.
Wangi kenanga yang terkembang di udara itu seolah sengaja ditiup oleh sang empunya. Begitu sempurna di dalam indra penciuman layaknya kenangan yang mengendap di dasar jiwa. Kenapa kenangan sulit untuk dilupakan. Ia bagai bayangan yang menghantui kemanapun kita berjalan. Bagaimana membunuhnya agar jiwa terbebas dari penderitaan yang pelik dan air mata berhenti menitik.
Namun, selamanya kenangan akan selalu ada. Sekalipun, mata ini terpejam. Kenangan tetap terbayang dalam mimpi yang terkadang mencekam dan dalam kondisi lain juga menentramkan. Kenangan baik ataupun buruk seringkali hanya berupa haru dan penyesalan karena kenangan akan tetap menjadi masa lalu.
Kita sering merasa sedih atas sesuatu yang hilang. Dan, tersesat dalam ingatan yang terkenang. Akankah semuanya kembali setelah menyesali kepahitan hidup ini. Bukankah kematangan tumbuh dari pengalaman mengarungi kegetiran hidup dan menyelami banyak kekecewaan.
Barangkali, kesedihan yang perlu dilupakan. Perpisahan memang menyakitkan. Namun, juga dapat menyembuhkan luka. Di dunia ini selalu ada sesuatu yang hilang. Jadi, kita tak perlu bersedih lagi dengan adanya perpisahan.
Dedaunan dan guguran bunga angsana yang kuning, tersibak oleh langkah kaki. Anak muda tadi tergerak hatinya oleh penasaran. Dia melangkah ke beranda toko roti tersebut. Bersiap mengetuk pintu yang tiba-tiba terbuka sendiri karena tiupan angin. Dari dalam terdengar suara pria setengah baya bergumam.
"Masuklah..!"
Mereka kemudian duduk berhadapan. Sejenak, mata anak muda menatap heran pada sebotol parfum yang terbuka tutupnya. Setelah itu, dia terpukau memandang foto seorang gadis yang tergeletak di atas meja. Paras gadis yang jelita di dalam foto itu, mengingatkanya dengan wajah seorang gadis yang pernah dia jumpai di sebuah terminal kala itu.
"Siapa gadis di dalam foto itu?" tanyanya pada pria setengah baya yang kelopak matanya mengisyaratkan kerinduan.
"Dia kekasihku." Jawabnya pelan sambil mengalihkan pandangan ke ruas jalan yang sunyi.
"Dimanakah dia sekarang?"
Pria setengah baya itu menggelengkan kepala dan berkata dengan suara serak, "selama sembilan belas tahun, aku menunggunya di sini. Hanya kenangannya dari selembar foto lama dan wangi kenanga ini yang membuatku tetap terjaga."
"Siapa namanya?"
"Kenanga!"
Beberapa saat mereka terdiam. Pria setengah baya kembali mengenang Kenanga. Mengenangnya melalui wangi kenanga yang mencuat dari sebotol parfum yang terbuka tutupnya. Anak muda itu bisa memahami perasaan pria setengah baya. Walaupun, kepalanya terasa berat saat mencium wangi parfum dari bunga kenanga yang memenuhi ruangan. Tanganya kemudian meraih segelas air putih yang telah tersedia di hadapanya.
"Kenanga sangat menyukai wangi parfum dari bunga kenanga." Pria setengah baya seolah mengerti isi kepala anak muda di depanya.
Dia meneruskan cerita. Anak muda diam mendengarkan dan memandangi wajah pemilik kelopak mata yang mengisyaratkan kerinduan itu. Pria setengah baya senang bisa menumpahkan segala rasa yang menumpuk di dalam dadanya.
"Dia adalah keturunan Tionghoa," ucapnya sembari menggigit bibir yang bergetar supaya air mata tetap terjaga di tempatnya. "Saat itu, banyak kerusuhan terjadi dimana-mana, yang harus dibayar mahal oleh etnis Tionghoa. Hal itu mendesak Kenanga dan keluarganya untuk segera pergi sementara waktu hingga situasinya membaik. Hari itu di dalam suratnya, dia bilang akan menemuiku. Tetapi, dia tak kunjung datang."
"Apakah dia pergi begitu saja?"
"Jika memang dia meninggalkanku hari itu, mungkin itu akan jauh lebih baik daripada pilihan yang lain."
"Apa maksudnya?"
"Karena terlalu lama menunggu, aku merasa khawatir. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi ke rumahnya. Tapi, yang kulihat waktu itu sangat menyakitkan."
"Apa yang terjadi?"
"Kebiadaban!" kata pria setengah baya dengan geram. "Beberapa bangunan telah dibakar. Sedangkan, rumah orangtua Kenanga dirusak dan dijarah isinya. Hampir seluruh kaca dan perabotan pecah dan berantakan di lantai." Dia berhenti berbicara sejenak. Suaranya terdengar parau saat melanjutkan kata-katanya. "Ayahnya tergeletak bersimbah darah di ruang tamu. Kepalanya remuk akibat terkena pukulan benda tumpul.Sementara ibunya terbaring di tempat tidur dengan pakaian terkoyak dan bekas cekikkan di leher. Adiknya yang baru berusia lima tahun pun kutemukan terapung di bak mandi."
Hening! Waktu seolah terhenti dan terserap ke dalam tragedi yang menimpa Kenanga dan keluarganya. Air mata pun meleleh dan membawa kepedihan ke dalam hati.
"Bagaimana dengan kondisi Kenanga?"
"Nasibnya sama seperti kebannyakan perempuan Tionghoa. Menurut penuturan saksi mata, Kenanga dipaksa memuaskan hasrat beberapa orang lelaki yang tak dikenali identitasnya. Kemudian, dia dimasukkan ke dalam mobil dan entah dibawa kemana. Namun, ada sesuatu yang meresahkan hati ini dan membuatku menyesalinya hingga sekarang."
"Kenapa?"
"Berdasarkan kabar yang berkembang selanjutnya, ada yang pernah melihat Kenanga di sebuah tempat pelacuran di Surabaya. Kenanga disebut-sebut telah dipekerjakan sebagai seorang wanita penghibur dengan tarif termahal." Tandas pria setengah baya seraya mengambil nafas. "Aku seharusnya dapat berbuat sesuatu untuknya. Tetapi, aku terlanjur kecewa atas keputusan yang dia ambil, meski kutahu keadaanlah yang menyebabkanya untuk memilih jalan itu. Sejujurnya, aku selalu menunggu dan merindukanya di sini."
"Jadi, kabar itu benar?"
"Aku terlalu pengecut untuk menghadapi sebuah kenyataan. Aku hanya berani menuliskan surat untuk Kenanga. Kukirimkan ke sebuah alamat yang kudapatkan dari seseorang."
"Apakah Kenanga membalasnya?"
"Hanya sekali dan itu setelah sekian tahun lamannya. Kesedihan, kekecewaan, dan kepahitan hidup ini yang membuatku berakhir dalam kesendirian. Hanya dengan memaafkan dan melupakan semuanya kita mendapatkan ketenangan." Pria setengah baya itu meninggalkan secarik surat di atas meja sebelum melangkah keluar.
Mas Zainal, yang terkasih! surat-suratmu telah kuterima dan kubaca. Seperti biasa, Betapa indah gubahan tanganmu! sebelumnya, maafkanlah perempuan yang hatinya selalu teraniaya oleh kehendak yang pupus di samudera. Meski jarak yang lebar terbentang, yakinlah kelak kita akan bersua juga. Seperti Kenanga mengirimkan wangi kepada tanah yang selalu menantinya gugur, biarlah sementara waktu wanginya yang mengobati rasa rindu. Pada akhirnya, kenanga akan jatuh pula ke tanah.
Kenanga
Wangi kenanga keluar dari botol parfum yang tutupnya terbuka. Disambut oleh desir angin malam yang berputar-putar di jalanan dan menghajar dahan dan pokok pepohonan yang berjajar di tepian jalan.
Setelah membacanya, anak muda itu bergegas keluar mengikuti pria setengah baya. Sesampainya di beranda toko roti tersebut, dia melihat pria setengah baya itu menghampiri seorang gadis bergaun putih.
Parasnya ayu berseri-seri dengan bentuk muka bulat dan mata yang sipit. Dagunya kecil, sangat serasi dengan bibirnya yang tipis. Dan, dua alisnya yang tebal seolah menyatu. Pria setengah baya menggandeng gadis itu dan raib dalam kesunyian malam seperti wangi kenanga yang telah lenyap di udara.
Hujan menderas di kota itu. Anak muda duduk bersandar di sebuah bangku panjang di beranda toko roti tersebut sambil menunggu tetesan hujan di luar sana reda. Dan, akhirnya dia tertidur.
"Hei bung, Bangun!" panggil seorang pelayan sembari menyentuh lengan anak muda yang sedang tertidur pulas.
"Uh! Kemana Pria setengah baya itu? tanyanya serta menggosok-gosok wajah dan rambutnya yang kusut dengan kedua tangan.
"Maaf, Siapa maksudnya?"
"Kurasa, pemilik toko roti ini!"
"Dia sudah meninggal sejak tujuh hari lalu. Menurut keterangan dokter, penyebabnya karena kelelahan dan kurang tidur."
"Apa? Benarkah itu?"
"Ya! setiap orang juga terkejut mendengarnya."
"Siapa yang menjalankan toko roti ini sekarang?"
"Mulai hari ini, toko roti ini akan dikelola oleh putri sahabatnya. Meski, sebetulnya ibu mbak Kenangalah yang paling berhak. Namun, ibunya sudah meninggal dua tahun lalu."
Anak muda itu terdiam sejenak memikirkan apa yang baru saja ia alami. Kepalanya pun masih terasa sakit. Dia berjalan menyusuri jalanan kota yang mulai ramai. Dan, menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih jernih dan bersih.
Namun, langkahnya terhenti ketika mencium wangi parfum dari bunga kenanga. Diaa menoleh dan mencari sumber wangi tersebut. Seketika itu juga tatapanya jatuh pada seorang gadis muda yang baru saja berpapasan denganya. Dari seberang jalan terdengar seseorang memanggil gadis itu.
"Kenanga..!!"
Anak muda itu termenung selama beberapa detik di tempatnya berdiri sambil memandang punggung gadis itu dari kejauhan. Kemudian, dia mengeluarkan pena dan buku catatan dari saku jaketnya. Dia menuliskan sesuatu di dalamnya.
Dia berkata di dalam hati.
Kenapa aku harus resahmemikirkan kejadian aneh semalam? bukankah aku telah mendapatkan cerita yang bagus untuk kutuliskan dalam cerpenku nanti.
~Saturday, 10th of June 2017




Biodata:

Nama : M. Riano Hafid Hamzah
Alamat : Rt. 004, Rw. 001, Dsn.  Ngudirejo, Ds. Ngudirejo, Kec. Diwek, Kab. Jombang
Jawa Timur.
No. Hp. : 0812 3461 8091
Email : mokhamad_hamzah@yahoo.co.id
Facebook: M Riano Hafid Hamzah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Kenanga - M. Riano Hafid Hamzah"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.