Kamis, 01 Mei 2025

Refleksi Hari Buruh Internasional: Suara Pekerja dalam Denyut Sastra Indonesia

 


SastraIndonesia.org — Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional, sebuah momentum global untuk mengenang perjuangan panjang kaum pekerja dalam memperjuangkan hak-hak dasar mereka: upah layak, jam kerja manusiawi, dan perlindungan sosial. Di Indonesia, peringatan ini bukan hanya menjadi panggung demonstrasi dan seruan kebijakan yang adil, tapi juga cerminan tentang bagaimana suara buruh turut hidup dan bernapas dalam dunia sastra.


Sejak masa kolonial, penderitaan dan perjuangan kelas pekerja telah menjadi tema yang menghiasi karya-karya sastra Indonesia. Dalam roman “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis maupun puisi-puisi Chairil Anwar, semangat perlawanan terhadap ketimpangan sosial begitu terasa kuat. Para sastrawan memanfaatkan pena mereka sebagai alat perjuangan, menghadirkan narasi-narasi alternatif yang mencerminkan realitas kaum tertindas—kaum buruh, petani, nelayan—yang sering kali terpinggirkan oleh arus kekuasaan.


Sastra juga menjadi ruang kritik dan refleksi sosial. Dalam cerpen-cerpen milik Pramoedya Ananta Toer, misalnya, kita melihat betapa kaum pekerja digambarkan sebagai sosok-sosok yang tangguh, namun kerap menjadi korban sistem yang timpang. Mereka bukan hanya tokoh figuran, tapi aktor utama dalam narasi keadilan sosial.


Kini, di era digital, suara buruh terus digaungkan melalui berbagai medium: puisi media sosial, novel online, hingga teater jalanan. Generasi muda mulai menghidupkan kembali peran sastra sebagai alat perlawanan dan kesadaran kelas. Narasi perjuangan buruh pun tak lagi eksklusif milik kelas pekerja industri, tapi juga menyentuh buruh kreatif, ojek daring, dan para pekerja informal lainnya.


Peringatan Hari Buruh Internasional seharusnya tidak hanya menjadi seruan di jalanan, tetapi juga refleksi yang dalam dalam bidang sastra dan kebudayaan. Melalui karya sastra, perjuangan kaum buruh tidak akan pernah menjadi angin lalu. Mereka akan tetap hidup dalam bait-bait puisi, paragraf cerita pendek, dan dialog teater yang menggugah.


Sastra memiliki tanggung jawab moral untuk tidak hanya mencatat sejarah perjuangan buruh, tetapi juga menjaganya tetap hidup dalam kesadaran kolektif bangsa.


Selamat Hari Buruh Internasional. Semoga suara pekerja tetap lantang, dalam kata, karya, dan kebijakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.